Selasa, Juni 03, 2008

Hama-Hama Amal

Oleh
Anton Timur, S.Pd
Guru SMA Al-Islam Krian-Sidoarjo
“Beramallah kalian, maka Allah dan Rosul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat amal kalian itu, dan kalian akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu di beritakan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian amalkan” (QS. At-Taubah: 105)



Amal adalah kerja, ini merupakan kunci dalam beramal. Banyak orang merasa sudah beramal baik tapi sebenarnya amalnya itu tak ubahnya seperti debu beterbangan, tak bernilai. Tapi juga banyak orang beramal jahat dan merasa amalnya itu baik. Itulah sebabnya Al-Qur’an selalu mengandengkan kata amal dengan kesalihan. Kesalihan menurut Rahmad Abdullah merupakan suatu pengertian tentang harmoni dan tanasuk nya (keserasian) suatu amalan dengan sasaran, tuntunan, tuntutan, dan daya dukung. Amal desebut shalih bila pelakunya selalu mengisi ruang dan waktu yang seharusnya diisi.
Tidak serta merta semua amal bisa kita lakukan secara bersama. Tentunya ada skala priotitas yang menunjukkan mana yang lebih dahulu sebelum yang lain. Hasan Al-Banna mengemukakan pendapatnya mengenai urutan beramal yaitu: Pertama, mengoreksi dan memperbaiki diri. Kedua, membentuk dan membina keluarga muslim. Keempat, membebaskan tanah air dari penguasa asing. Kelima, memperbaiki pemerintahan. Keenam, mengembalikan kepemimpinan dunia kepada umat Islam. Ketujuh, menjadi soko guru dunia dengan menyebarkan dakwah Islamiyah keseluruh penjuru dunia.
Amal tidak akan diterima tanpa memenuhi dua syarat utama yaitu al-ikhlas was shawab. Ikhlas dilakukan semata-mata untuk dan karena Allah. Shawab (benar) karena dilakukan berlandaskan sunnah Rasulullah SAW.
Sebagaimana tumbuhan, amalpun terancam hama setiap saat dan setiap waktu. Riya (beramal untuk dilihat), ujub (kagum diri), sum’ah (beramal untuk populer/didengar), mann (membangkit-bangkit pemberian) itu adalah hama yang mematikan yang akan memusnahkan amal kita.
“Mereka mambangkit-bangkit kepadamu keislaman mereka (sebagai jasa). Katakanlah : Jangan kalian bangkit-bangkit keislaman kepadaku, bahkan sesungguhnya Allah-lah yang telah memberi karunia besar kepadamu karena ia telah membimbing kalian untuk beriman, jika kalian adalah orang-orang yang benar.” (QS. 49: 17).
Seperti kita ketahui bersama, banyak individu/kelompok melakukan kegiatan amal dengan mengundang wartawan, publikasi besar-besaran, diberitakan dimedia massa yang ujung-ujungnya adalah mencari/mengambil keuntungan popularitas di depan publik sehingga kesan pelit dan tidak perduli akan hilang digantikan dengan citra dermawan dan perduli. Apakah itu salah? Selama niatnya ikhlas karena Allah dengan tujuan memberi contoh dan mengajak orang lain untuk beramal saya kira itu tidak masalah, toh kebaikan juga harus di contohkan dan di pubikasikan dengan maksud yang benar. Tapi masalah akan timbul apabila amal itu dilakukan hanya untuk sekedar mencari popularitas karena itu sudah manyalahi tujuan amal itu sendiri.
Kualitas amal tidak ditentukan dari jumlah yang banyak/siapa yang beramal, tapi di ukur sejauh mana niat dan kualitas dari amal itu sendiri. Alangkah bahagianya orang yang hidup dalam keterbatasan dan kesempitan mampu melakukan amal yang bernilai tinggi dibandingkan dengan mereka yang mampu tetapi tidak berbuat sama sekali.
Amal jangan diukur dengan jumlah uang yang banyak, tapi ukurlah dengan niat dan tujuan yang ikhlas (tentunya hanya Allah dan kita yang tahu). Mungkin ketika kita melakukan sebuah amal, sifat riya’, ‘ujub, sum’ah dan mann sudah hilang dari diri kita. Tapi ingatlah bahwa musuh abadi (setan) kita tak kan pernah lelah menggoda dan menjerumuskan agar amal-amal kita rusak dengan hama diatas. Kenalilah sifat riya’, ‘ujub, sum’ah dan mann dengan baik, niscaya kita akan terhindar karena kita telah mengenal sifatnya. Jangan sampai tumbuhan yang telah kita semai dan kita rawat dengan susah payah rusak gara-gara serangan penyakit yang mematikan tumbuhan amal itu sendiri.
Pendidikan merupakan ladang beramal bagi para pendidik untuk ikut andil membentuk dan memperbaiki perilaku umat manusia, dan dari sinilah peradaban di semai bibitnya. Jangan karena gaji yang kurang, mengurangi kualitas amal yang kita lakukan, justru dengan keterbatasan dan kekurangan memacu kita untuk menghasilkan amal-amal yang terbaik dan berkualitas. Bukankah Rosulallah dan sahabat-sahabatnya berhasil menyebarkan Islam ke seluruh dunia dengan seluruh keterbatasannya?
Beramallah selagi kesempatan masih ada dan ladang amal terbuka lebar, sebelum Allah mencabut kesempatan kita untuk melakukan amal kebaikan.






“Barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah seraya ihsan, maka baginya ganjaran disisi Tuhannya dan tiada ketakutan atas meraka, tiada pula mereka akan bersedih (QS. Al-Baqoroh: 111-112).
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan
matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam”.
(QS. Al-An’am; 162).

*Artikel ini telah dimuat di Tabloid “Pena” Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo
Vol. 6, 03. Maret 2008 hal 19. ISSN 1693-9468

Tidak ada komentar: